Selasa, 22 Desember 2015

HARI IBU BUKAN SEKADAR PERINGATAN, TAPI BAGAIMANA MEMBANGUN WATAK SAYANG IBU

Lirik lagu Kasih Ibu ini mengandung ungkapan begitu agungnya dedikasi ibu kepada kehidupan kita. “Kasih ibu kepada beta. Tak terhingga sepanjang masa. Hanya memberi tak harap kembali. Bagai sang surya menyinari dunia.” Dipastikan, siapa pun yang mendengarnya dengan penuh keimanan, hatinya akan tersentuh dan malu akan tingkah laku kita yang menganggap biasa kasih sayang dan pengorbanan besar seorang ibu. Kita yakin, seorang ibu senantiasa mendoakan keselamatan dan kesejahteraan hidup anaknya setiap waktu. Tetapi, pernahkah kita mengingat berapa besar kasih sayangnya agar kita selalu berbakti dan membahagiakannya?

Bicara soal kemuliaan ibu, kita pasti ingat bahwa 22 Desember dinobatkan sebagai Hari Ibu. Hari Ibu adalah hari peringatan atau perayaan terhadap peran seorang ibu dalam keluarganya; baik untuk suami, anak-anak, maupun lingkungan sosialnya. Peringatan dan perayaan biasanya dilakukan dengan membebastugaskankan ibu dari tugas domestik yang sehari-hari dianggap sebagai kewajibannya; seperti memasak, merawat anak, dan urusan rumah tangga lainnya. Bagaimana wacana Wakil Presiden Yusuf Kala pengurangan jam kerja wanita?

Di seluruh penjuru dunia, peringatan serupa dikenal dengan nama Mother’s Day. Menurut Wikipedia, Peringatan Mother’s Day di sebagian negara Eropa dan Timur Tengah, mendapat pengaruh dari kebiasaan memuja Dewi Rhea (istri Dewa Kronus) dan ibu para dewa dalam sejarah Yunani kuno. Maka di negara-negara tersebut, peringatan Mother’s Day jatuh pada bulan Maret.

Di Amerika Serikat dan lebih dari 75 negara lain (seperti Australia, Kanada, Jerman, Italia, Jepang, Belanda, Malaysia, Singapura, Taiwan, dan Hongkong), peringatan Mother’s Day jatuh pada hari Minggu kedua bulan Mei karena pada tanggal itu pada 1870 aktivis sosial Julia Ward Howe mencanangkan pentingnya perempuan bersatu melawan perang saudara. Maka, Hari Ibu bisa jadi kedudukannya sama dengan Hari Valentine, April Mop, Tahun Baru Masehi, Hari Bumi, dan hari-hari lainnya yang bermuara pada kepercayaan pagan Yunani.

Dapat dibayangkan bila umat Islam memperingati Hari Ibu berorientasi pada kepercayaan pagan Yunani. Niscaya, kita sudah melakukan perbuatan yang merusak akidah Islam. Untunglah, peringatan Hari Ibu yang diyakini umat Islam di Indonesia tidak demikian adanya. Konon, bila kita tengok sejarah Hari Ibu di Tanah Air, masih menurut Wikipedia, diawali dari bertemunya para pejuang wanita dengan mengadakan Kongres Perempuan Indonesia I pada 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta. Peristiwa ini dianggap sebagai salah satu tonggak penting sejarah perjuangan kaum perempuan Indonesia. Pemimpin organisasi perempuan dari berbagai wilayah se-Nusantara berkumpul menyatukan pikiran dan semangat untuk berjuang menuju kemerdekaan dan perbaikan nasib kaum perempuan.

Berbagai isu yang saat itu dipikirkan untuk digarap adalah persatuan perempuan Nusantara, pelibatan perempuan dalam perjuangan melawan kemerdekaan, pelibatan perempuan dalam berbagai aspek pembangunan bangsa, perdagangan anak-anak dan kaum perempuan, perbaikan gizi dan kesehatan bagi ibu dan balita, pernikahan usia dini bagi perempuan, dan sebagainya. Tanpa diwarnai gembar-gembor kesetaraan gender, para pejuang perempuan itu melakukan pemikiran kritis dan aneka upaya yang amat penting bagi kemajuan bangsa.

Bila benar peringatan Hari Ibu di Tanah Air berkiblat pada nilai-nilai kemaslahatan bagi kaum perempuan serupa itu, maka tidak ada salahnya bangsa yang mayoritas muslim ini menyambut baik peringatan Hari Ibu yang jatuh pada 22 Desember. Bukannya menampik perayaan Hari Ibu selama ini, tapi pernahkan tebersit dalam benak kita bagaimana cara membangun watak sayang ibu.

Berbagai penelitian menunjukkan peranan ibu sangat besar pengaruhnya terhadap kelangsungan hidup bayi dan anaknya. Pertama karena hubungan biologis antara ibu dan bayi selama masa hamil dan menyusui. Kesehatan dan status gizi ibu serta pola reproduktifnya secara langsung memengaruhi kesehatan dan kelangsungan hidup anak. Kedua, karena tanggung jawab pribadinya untuk merawat dirinya sendiri selama masa hamil dan mengasuh anaknya melalui tahap yang paling rawan dalam hidupnya.

Dari beberbagai penelitian jelas menunjukkan bagaimana peranan seorang ibu dapat menjadikan anak dan keluarga menjadi sejahtera. Kalau ita perhatikansikap dari ibu terhdap anak merupakan sikap budi luhur, oleh sesas itu sanggup mengurangi keperluan diri pribadi guna mencukupi kebutuhan anak.

Jadi, peringatan Hari Ibu sebaiknya tidak dijadikan simbolisme semata. Semangat memuliakan ibu perlu berlandaskan pada keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sehingga, segala bentuk peringatan akan membekas di hati para anak dan dirasakan para ibu. Dan, yang jauh lebih utama, peringatan Hari Ibu harus menjadi sarana evaluasi untuk menambah kualitas kita dalam membahagiakan ibu dalam keseharianya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar