Bagi pendukung perjuangan legalisasi
ganja, 20 April atau 4/20, adalah hari yang sangat spesial. Pada hari
ini, banyak hal biasanya dilakukan untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat akan tanaman cannabis, seperti membuat tulisan di blog atau
media sosial, konser musik sederhana sesama kawan-kawan, aksi massa,
membuat merchandise edukasi khusus, pemutaran film dokumenter
dan lain sebagainya. Setiap komunitas punya cara yang unik untuk
meningkatkan kesadaran akan manfaat tanaman cannabis.
Budaya ini lahir tahun 1971 di kalangan
siswa Amerika yang pada waktu itu –seperti sudah kalian duga- suka
berkumpul pukul 4.20 sore di dekat sekolahnya. Mereka berkumpul untuk
memuaskan jiwa petualang demi membuktikan sebuah rumor, yaitu menemukan
ladang ganja yang tersembunyi di sekitar daerahnya. Walaupun mereka
tidak dapat membuktikan rumor tersebut, 420 kemudian menjadi sebuah
sandi yang sangat populer di kalangan penikmat cannabis. Semenjak itu,
istilah 420 dipakai para penikmat cannabis untuk berkumpul dan berbagi
kebahagiaan.
Pada awalnya, budaya 420 bukan budaya
bangsa Indonesia. Setelah kami coba runut ke belakang, budaya ini masuk
ke Indonesia melalui beberapa hal. Pertama melalui film-film holywood
seperti Cheech and Chong, Pineapple Express, Harold and Kumar, We’re The Millers, dll. Kedua, penetrasi budaya 420 juga menusuk masuk lewat musik-musik barat seperti Afroman, Snoop Dog, Katchfire,
dsb. Terakhir tentu akibat berkembangnya arus informasi di media
sosial. Tidak ada yang dapat memastikan kapan budaya 420 diterima secara
umum di Indonesia, namun 5 tahun ke belakang budaya ini cukup populer
beredar di kalangan penikmat cannabis.
Walaupun berasal dari luar negeri, bukan
berarti 420 sesuatu yang perlu diasingkan. Seperti sejak awal LGN
berdiri, kami terbiasa melihat segala sesuatu dengan cara yang positif
dan percaya ada makna ketuhanan didalamnya. Pola pikir yang lahir dari
pengalaman dan pengamalan Pancasila tersebut sungguh membuat kami
bertanya, apa maksud dari fenomena ini? Bagi kami sangat sederhana,
peleburan budaya 420 dengan generasi kita menandakan bahwa kita generasi
yang positif sekaligus penasaran dengan cannabis.
Bagaimana tidak penasaran? Film-film,
musik-musik atau akun-akun media sosial dari dunia luar selalu saja
membagikan informasi-informasi yang vulgar mengenai khasiat cannabis.
Ada yang mengatakan cannabis mampu mengobati diabetes, kanker, asma,
epilepsi, ADHP, autis, bipolar dan lain sebagainya. Belum lagi informasi
mengenai serat cannabis sebagai bahan baku tali serta perekat kayu-kayu
kapal, kertas, jeans, bahan bagunan dan 50.000 produk turunannya. Tidak
berhenti sampai di situ, cannabis bisa dijadikan sebagai sarana
rekreasi yang jauh lebih aman dibanding tembakau atau kopi. Semua itu
kemudian dibungkus dalam sebuah isu ekonomi-politik global yang bernama
War on Drugs atau lebih tepatnya War on Cannabis. Sungguh banyak apabila
harus kita urai satu per satu di dalam tulisan singkat ini. Sehingga
jangan kaget kalau semenjak usia SMP, anak-anak Indonesia sudah mulai
mencoba-coba cannabis. Mereka menggunakan demi memuaskan hasrat
keingintahuannya.
Namun bukan hanya anak SMP yang
penasaran dengan cannabis, banyak masyarakat usia dewasa maupun lanjut
juga penasaran dengan khasiat cannabis, khususnya untuk kesehatan. Ada
dua contoh menarik yang satu bulan terakhir menjadi headline di
media nasional. Pertama berkaitan dengan kasus cookies ganja. Saat
diwawancarai IR (tersangka) mengaku membuat cookies ganja untuk terapi
penyakit Hepatitis C yang dialaminya sejak tahun 2004. Terlepas dari
benar tidaknya beliau melakukan jual-beli cookies (itu menjadi
kewenangan pengadilan, bukan BNN), kita dapat sama-sama melihat
bagaimana seorang pasien penasaran dengan informasi cannabis yang
beredar di masyarakat dan kemudian bereksperimen.
Selain itu, ada satu contoh lagi yang
juga sangat relevan, yaitu tertangkapnya PR karena sedang membuat
ekstrak ganja dikediamnnya daerah DIY. Beliau sengaja melakukan hal
tersebut untuk digunakan sebagai terapi penyakit Chronic Pain (Nyeri
Kronis) yang dideritanya sejak 18 tahun silam. Karena tidak ada obat
yang mampu meredam rasa sakit ditangan kanannya yang muncul setiap 30
menit sekali, beliau mencari tahu pengobatan alternatif yang dapat
dimanfaatkan. Begitulah kira-kira PR berjumpa dan kemudian memutuskan
menggunakan cannabis sepanjang hidupnya.
Sebagai generasi yang memiliki
keingintahuan besar, kalian harus mencari tahu lebih dalam lagi. Jangan
berhenti hanya karena kami menulis secarik kertas ini saja. kamipun
demikian, setelah membaca kedua kejadian di atas, kami langsung mencari
jurnal yang bisa dijadikan rujukan :
• Tahun 2007, Neurology.
“…52% pasien terapi cannabis merasakan pengurangan rasa nyeri lebih
dari 30% dibandingkan dengan 24% kelompok placebo (cannabis tiruan).
Studi ini juga mengungkapkan bahwa merokok ganja mudah diterima oleh
tubuh dan sangat efektif mengurangi nyeri kronis…”
• Tahun 2007, Journal of Pain.
“studi ini melengkapi temuan-temuan sebelumnya bahwa cannabis sangat
efektif memperbaiki kondisi nyeri kronis dan dapat menjadi pengobatan
alternatif bagi pasien yang tubuhnya tidak mampu menerima atau merespon
obat-obatan lainnya.”
• Tahun 2008, Neuropsychopharmacology. “Secara umum, merokok ganja dapat diterima tubuh dan efektif ketika dilakukan beriringan dengan terapi analgesik…”
• Tahun 2010, Canadian Medical Association Journal.
“penelitian kami secara utuh mendukung klaim bahwa cannabis dapat
mengurangi rasa sakit, memperbaiki mood, dan membantu tidur.”
• Tahun 2013. Jurnal Neuropsychopharmacology.
“penelitian kami adalah penelitian pertama yang berhasil menemukan
dosis dan mekanisme pengurangan rasa sakit pada populasi pain-free. Hal
tersebut merupakan bukti peran cannabinoid dalam manajemen rasa sakit.”
Selain itu kami juga mencari tahu rujukan terbaru
mengenai cannabis untuk hepatitis C. Tahun 2013, Clinical Infectious
Disease Journal membantah klaim lama bahwa cannabis memperparah kondisi
hati. Penelitian tersebut justru menemukan 3 poin penting khasiat
cannabis untuk menangani virus Hepatitis C:
• 700 pasien Hepatitis C yang menggunakan cannabis tidak mengalami fibrosis (stadium akhir penyakit hati)
• 53% responden menggunakan cannabis
dalam 6 bulan terakhir dengan rata-rata mengonsumsi 7 linting ganja
setiap minggu. Sedangkan 40% lainnya menggunakan ganja setiap hari.
• Tidak terdapat bukti bahwa terapi cannabis meningkatkan fibrosis.
Kembali ke ide dasar tulisan ini bahwa
pada awalnya 420 bukan merupakan budaya bangsa, namun ternyata
menyembunyikan makna mendalam bagi mereka yang penasaran. Berkat
peleburan budaya 420 juga, kita bisa melihat dan menyaksikan dua warga
negara Indonesia yang kesehatannya tertolong oleh cannabis namun harus
mendekap di dalam ruang tahanan. Fenomena ini adalah pertanda alam bahwa
kita harus berjuang agar tidak ada lagi kriminalisasi terhadap mereka
yang menggunakan cannabis untuk kepentingan kesehatan.
Harapannya para pembaca semakin
penasaran; bagaimana caranya merubah UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika yang selama ini membatasi pasien-pasien medis mengakses
cannabis? Untuk itu, buang rasa penasaran kalian dan bergabunglah
bersama LGN di Hari Peringatan 420 dan Global Marijuana March 2015.
#TerimaKasih cannabis. Salam….
Peringatan 420
Lokasi : Rumah Hijau LGN
Hari/tgl : Sabtu, 25 April 2015
waktu : 13.00 – 17.00
Kegiatan : Film Edukasi dan Silaturahmi
Lokasi : Rumah Hijau LGN
Hari/tgl : Sabtu, 25 April 2015
waktu : 13.00 – 17.00
Kegiatan : Film Edukasi dan Silaturahmi
Global Marijuana March 2015
Lokasi 1 : Jakarta (Patung Kuda Monas)
Hari/tgl : Sabtu, 2 Mei 2015
waktu : 13.00 – 17.00 WIB
Kegiatan : Aksi damai menuju Istana Negara
waktu : 13.00 – 17.00 WIB
Kegiatan : Aksi damai menuju Istana Negara
Lokasi 2 : Makassar (Benteng Rotterdam)
Hari/tgl : Sabtu, 2 Mei 2015
waktu : 14.00 – 18.00 WITA
Kegiatan : Aksi damai
Hari/tgl : Sabtu, 2 Mei 2015
waktu : 14.00 – 18.00 WITA
Kegiatan : Aksi damai
Sumber : legalisiganja
saya pun baru tau tentang peringatan ini.
BalasHapushmm...
hehe sudah lama peringatan itu
Hapus