Senin, 20 April 2015

Makna Peringatan 420 untuk Indonesia, #terimakasih Cannabis

Bagi pendukung perjuangan legalisasi ganja, 20 April atau 4/20, adalah hari yang sangat spesial. Pada hari ini, banyak hal biasanya dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan tanaman cannabis, seperti membuat tulisan di blog atau media sosial, konser musik sederhana sesama kawan-kawan, aksi massa, membuat merchandise edukasi khusus, pemutaran film dokumenter dan lain sebagainya. Setiap komunitas punya cara yang unik untuk meningkatkan kesadaran akan manfaat tanaman cannabis.
Budaya ini lahir tahun 1971 di kalangan siswa Amerika yang pada waktu itu –seperti sudah kalian duga- suka berkumpul pukul 4.20 sore di dekat sekolahnya. Mereka berkumpul untuk memuaskan jiwa petualang demi membuktikan sebuah rumor, yaitu menemukan ladang ganja yang tersembunyi di sekitar daerahnya. Walaupun mereka tidak dapat membuktikan rumor tersebut, 420 kemudian menjadi sebuah sandi yang sangat populer di kalangan penikmat cannabis. Semenjak itu, istilah 420 dipakai para penikmat cannabis untuk berkumpul dan berbagi kebahagiaan.
Pada awalnya, budaya 420 bukan budaya bangsa Indonesia. Setelah kami coba runut ke belakang, budaya ini masuk ke Indonesia melalui beberapa hal. Pertama melalui film-film holywood seperti Cheech and Chong, Pineapple Express, Harold and Kumar, We’re The Millers, dll. Kedua, penetrasi budaya 420 juga menusuk masuk lewat musik-musik barat seperti Afroman, Snoop Dog, Katchfire, dsb. Terakhir tentu akibat berkembangnya arus informasi di media sosial. Tidak ada yang dapat memastikan kapan budaya 420 diterima secara umum di Indonesia, namun 5 tahun ke belakang budaya ini cukup populer beredar di kalangan penikmat cannabis.
Walaupun berasal dari luar negeri, bukan berarti 420 sesuatu yang perlu diasingkan. Seperti sejak awal LGN berdiri, kami terbiasa melihat segala sesuatu dengan cara yang positif dan percaya ada makna ketuhanan didalamnya. Pola pikir yang lahir dari pengalaman dan pengamalan Pancasila tersebut sungguh membuat kami bertanya, apa maksud dari fenomena ini? Bagi kami sangat sederhana, peleburan budaya 420 dengan generasi kita menandakan bahwa kita generasi yang positif sekaligus penasaran dengan cannabis.
Bagaimana tidak penasaran? Film-film, musik-musik atau akun-akun media sosial dari dunia luar selalu saja membagikan informasi-informasi yang vulgar mengenai khasiat cannabis. Ada yang mengatakan cannabis mampu mengobati diabetes, kanker, asma, epilepsi, ADHP, autis, bipolar dan lain sebagainya. Belum lagi informasi mengenai serat cannabis sebagai bahan baku tali serta perekat kayu-kayu kapal, kertas, jeans, bahan bagunan dan 50.000 produk turunannya. Tidak berhenti sampai di situ, cannabis bisa dijadikan sebagai sarana rekreasi yang jauh lebih aman dibanding tembakau atau kopi. Semua itu kemudian dibungkus dalam sebuah isu ekonomi-politik global yang bernama War on Drugs atau lebih tepatnya War on Cannabis. Sungguh banyak apabila harus kita urai satu per satu di dalam tulisan singkat ini. Sehingga jangan kaget kalau semenjak usia SMP, anak-anak Indonesia sudah mulai mencoba-coba cannabis. Mereka menggunakan demi memuaskan hasrat keingintahuannya.
Namun bukan hanya anak SMP yang penasaran dengan cannabis, banyak masyarakat usia dewasa maupun lanjut juga penasaran dengan khasiat cannabis, khususnya untuk kesehatan. Ada dua contoh menarik yang satu bulan terakhir menjadi headline di media nasional. Pertama berkaitan dengan kasus cookies ganja. Saat diwawancarai IR (tersangka) mengaku membuat cookies ganja untuk terapi penyakit Hepatitis C yang dialaminya sejak tahun 2004. Terlepas dari benar tidaknya beliau melakukan jual-beli cookies (itu menjadi kewenangan pengadilan, bukan BNN), kita dapat sama-sama melihat bagaimana seorang pasien penasaran dengan informasi cannabis yang beredar di masyarakat dan kemudian bereksperimen.
Selain itu, ada satu contoh lagi yang juga sangat relevan, yaitu tertangkapnya PR karena sedang membuat ekstrak ganja dikediamnnya daerah DIY. Beliau sengaja melakukan hal tersebut untuk digunakan sebagai terapi penyakit Chronic Pain (Nyeri Kronis) yang dideritanya sejak 18 tahun silam. Karena tidak ada obat yang mampu meredam rasa sakit ditangan kanannya yang muncul setiap 30 menit sekali, beliau mencari tahu pengobatan alternatif yang dapat dimanfaatkan. Begitulah kira-kira PR berjumpa dan kemudian memutuskan menggunakan cannabis sepanjang hidupnya.
Sebagai generasi yang memiliki keingintahuan besar, kalian harus mencari tahu lebih dalam lagi. Jangan berhenti hanya karena kami menulis secarik kertas ini saja. kamipun demikian, setelah membaca kedua kejadian di atas, kami langsung mencari jurnal yang bisa dijadikan rujukan :
Tahun 2007, Neurology. “…52% pasien terapi cannabis merasakan pengurangan rasa nyeri lebih dari 30% dibandingkan dengan 24% kelompok placebo (cannabis tiruan). Studi ini juga mengungkapkan bahwa merokok ganja mudah diterima oleh tubuh dan sangat efektif mengurangi nyeri kronis…”
Tahun 2007, Journal of Pain. “studi ini melengkapi temuan-temuan sebelumnya bahwa cannabis sangat efektif memperbaiki kondisi nyeri kronis dan dapat menjadi pengobatan alternatif bagi pasien yang tubuhnya tidak mampu menerima atau merespon obat-obatan lainnya.”
Tahun 2008, Neuropsychopharmacology. “Secara umum, merokok ganja dapat diterima tubuh dan efektif ketika dilakukan beriringan dengan terapi analgesik…”
Tahun 2010, Canadian Medical Association Journal. “penelitian kami secara utuh mendukung klaim bahwa cannabis dapat mengurangi rasa sakit, memperbaiki mood, dan membantu tidur.”
Tahun 2013. Jurnal Neuropsychopharmacology. “penelitian kami adalah penelitian pertama yang berhasil menemukan dosis dan mekanisme pengurangan rasa sakit pada populasi pain-free. Hal tersebut merupakan bukti peran cannabinoid dalam manajemen rasa sakit.”
Selain itu kami juga mencari tahu rujukan terbaru mengenai cannabis untuk hepatitis C. Tahun 2013, Clinical Infectious Disease Journal membantah klaim lama bahwa cannabis memperparah kondisi hati. Penelitian tersebut justru menemukan 3 poin penting khasiat cannabis untuk menangani virus Hepatitis C:
• 700 pasien Hepatitis C yang menggunakan cannabis tidak mengalami fibrosis (stadium akhir penyakit hati)
• 53% responden menggunakan cannabis dalam 6 bulan terakhir dengan rata-rata mengonsumsi 7 linting ganja setiap minggu. Sedangkan 40% lainnya menggunakan ganja setiap hari.
• Tidak terdapat bukti bahwa terapi cannabis meningkatkan fibrosis.
Kembali ke ide dasar tulisan ini bahwa pada awalnya 420 bukan merupakan budaya bangsa, namun ternyata menyembunyikan makna mendalam bagi mereka yang penasaran. Berkat peleburan budaya 420 juga, kita bisa melihat dan menyaksikan dua warga negara Indonesia yang kesehatannya tertolong oleh cannabis namun harus mendekap di dalam ruang tahanan. Fenomena ini adalah pertanda alam bahwa kita harus berjuang agar tidak ada lagi kriminalisasi terhadap mereka yang menggunakan cannabis untuk kepentingan kesehatan.
Harapannya para pembaca semakin penasaran; bagaimana caranya merubah UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang selama ini membatasi pasien-pasien medis mengakses cannabis? Untuk itu, buang rasa penasaran kalian dan bergabunglah bersama LGN di Hari Peringatan 420 dan Global Marijuana March 2015. #TerimaKasih cannabis. Salam….
Peringatan 420
Lokasi : Rumah Hijau LGN
Hari/tgl : Sabtu, 25 April 2015
waktu : 13.00 – 17.00
Kegiatan : Film Edukasi dan Silaturahmi

IMG-20150418-WA0005
Global Marijuana March 2015
Lokasi 1  : Jakarta (Patung Kuda Monas)
Hari/tgl  : Sabtu, 2 Mei 2015
waktu      : 13.00 – 17.00 WIB
Kegiatan : Aksi damai menuju Istana Negara

Lokasi 2  : Makassar (Benteng Rotterdam)
Hari/tgl  : Sabtu, 2 Mei 2015
waktu      : 14.00 – 18.00 WITA
Kegiatan : Aksi damai

 Sumber : legalisiganja

2 komentar: