Gambar: Senja Bukit Parangendog Parangtritis, Bantul, Yogyakarta
Dia rapuh, namun tangisnya kini mulai ada jeda. Dia bersimpuh, pasir putih menjadi alas --pun angin mengundangnya pulas.
Dia berbaring, membiarkan air mata turun hingga mengering. Dia sesenggukan, membiarkan tangis menyerupai spasi, berirama bergantian.
Kala itu, sore ketika senja ingin berpamitan, dia tak ikhlas melepas. Genggaman masih dieratkan, tatapan jauh kosong menatap jingga yang mulai kehitaman. Separuh badannya mulai menghitam, separuhnya lagi masih terang terkena cahaya. Ia tetap terjaga di beranda senja, lalu perlahan ia melepas genggaman.
Lalu senja meyakinkan, "Berbaringlah, tidur yang nyenyak. Esok, aku datang sesuai janjiku pada semesta. Silakan esok kau puas-puaskan, sibaklah abu-abu langit, carilah aku, maka aku akan mengeluarkan jingga beserta ronaNya"
Dihapuslah air mata, ia terbangun, dan dia berkata "Sampai jumpa". Kemudian ia tergulung bersama kekasihnya, senja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar