Kamu
merasa kehilangan sandaranmu, kehilangan peganganmu. Dirinya adalah hal
yang teramat kamu cintai hingga ketika ia menghilang, rasanya seperti
tercabut hingga ke akar, meninggalkan jejak berlubang, lebar, jeru, dan
gelap. Kamu terlalu sibuk mencintainya tanpa pernah mencintai diri
sendiri.
Tidak,
sandaranmu akan selalu ada, peganganmu juga. Bukan pada dirinya, tapi
pada dirimu sendiri. Jangan lupakan betapa kuat kakimu menopang tubuh
lunglaimu selama ini.
Memangnya
kenapa jika ditinggalkan? Bukan berarti kamu adalah salah satu sampah
baru dalam kehidupannya, tidak seharusnya kamu terpuruk sedemikian rupa,
merasa gagal menjadi sesuatu yang berharga untuknya.
Kamu itu berharga hey. Jauh lebih berharga dari apa yang ada di benaknya.
Ditinggalkan
berarti kamu punya ribuan kesempatan memperbaiki hal-hal yang rusak,
menjadikannya sebuah tamparan telak suatu hari baginya yang
meninggalkanmu begitu aja. Bukannya berdiam diri memikirkan seakan dunia hancur
tak tersisa.
Kamu tidak lelah? Saya tauu kamu lelah. Makanya kamu hanya butuh untuk berhenti.
Kasihan
duniamu yang terbengkalai karena terus tergantikan dengan jutaan
angan-angan masalalu kamu. Kasihan tubuh dan jiwamu yang tergerus
sakit hati hingga berlubang di mana-mana. Kasihan mimpi-mimpimu yang
ikut tenggelam dalam susah hati yang terus saja menggelayuti deru
nafasmu.
Kamu
itu pantas mencicipi bahagia, bukan melulu memaksa diri berkecimpung
pada kesuraman seperti ini. Kamu itu pantas mengecap tawa tiap kali
bersuara, bukan terus saja menyuarakan isak tangis.
Kamu
itu pantas hidup dengan cara yang paling sempurna yang bisa kamu rajut.
Menghilangnya dia bukan berarti semestamu luluh lantak.
Saya tau kamu anggap ia sebagai separuh duniamu, separuh nafasmu, separuh
jiwamu dan separuh-separuhmu yang lainnya. Kamu ditinggalkan, maka yang
menghilang hanya separuhmu. Separuhmu yg lain masih tersisa. Masih bisa
kamu rawat dengan penuh cinta, membuatnya penuh seperti sebelumnya. Tanpa
cacat.
Kamu itu pantas bahagia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar